Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar,” (QS. Luqman (31) ayat 13).
✍ AYAT ini, bersama dengan ayat-ayat serupa (al-Baqarah 132, Yusuf 67) bercerita tentang para ayah (Luqman, Nabi Ya’kub, dan Nabi Ibrahim) yang sedang mendidik anak-anaknya.
Ternyata, proses pendidikan (dalam keluarga) yang digambarkan melalui al-Qur’an dilakukan oleh para ayah. Tidak ada satu ayat pun yang memotret momen pendidikan dari para ibu. Di antara maksudnya adalah untuk mengingatkan kita para ayah dan calon ayah agar peduli terhadap perkara ini. Berbeda dg para ibu yang cenderung sering bersama anak, ayah adalah sosok yang cenderung jarang bersama anak, sehingga potret kebersamaannya perlu diberikan porsi penting dan khusus dalam al Quran.
✍Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.” Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.
Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memenuhi gambaran sejarah Islam. Dalam buku ‘al-Muhaddithat; The Women Scholars In Islam’, Mohammad Akram Nadwi memberikan banyak contoh bagaimana para ulama kita menyediakan waktu untuk pendidikan putri-putrinya sebagaimana mereka meluangkan waktu untuk tugas-tugas lainnya.
☀Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah al-Baghdadi (350H), misalnya, senantiasa memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim. Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.
☀Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-Maghribi al-Fasi (560 H) juga tercatat mengajari putrinya 7 (tujuh) cara baca al-Qur’an, serta buku-buku hadits seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya, namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dhahabi yang mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Sang teladan bagi umat manusia ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang shalat.”
Contoh lain bisa kita dapati dari riwayat pakar pendidikan Islam Ibnu Sahnun (256H). Disebutkannya, Hakim Isa bin Miskin selalu memanggil dua putrinya setelah shalat Ashar untuk diajari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lainnya. Demikian pula dengan Asad bin al-Furat, panglima perang yang menaklukkan kota Sicily, ternyata juga mendidik sendiri putrinya. Nama lain yang tercatat dalam sejarah adalah Syaikh al-Qurra, Abu Dawud Sulayman bin Abi Qasim al-Andalusi (496H) dan Imam ‘Ala al-din al-Samarqandi (539H).
Dari beberapa contoh di atas bisa kita lihat, bahkan untuk pendidikan anak perempuan sekalipun, para ulama tidak melemparkan tanggung jawab kepada istri-istrinya. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii, al-Baqarah 133).
Sungguh berbeda dengan kondisi masyarakat kita yang seakan-akan membebankan semua urusan anak-anak kepada para istri, dan menghabiskan waktunya untuk urusan di luar rumah. Seorang dokter yang sangat sibuk ternyata bisa dengan antusias mendidik para mahasiswa kedokterannya dan bahkan berceramah keliling nusantara, namun, bagaimana mungkin dia menjadi begitu loyo dan beralasan tidak punya waktu ketika harus mendidik anak-anaknya sendiri?
✍Tidak mengherankan jika kenakalan remaja dan kerusakan generasi menjadi kian parah, sebab, para ayah hebat kita—pengacara terkenal, hakim agung, pengusaha sukses, termasuk beberapa ustadz yang luar biasa dalam dakwah—terlalu sibuk mendidik orang lain dan menyepelekan kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.
☀ Bagaimanapun sosok seorang ayah itu sangat penting dalam sebuah keluarga. Perannya sangat vital dan tak tergantikan. Termasuk juga untuk urusan mendidik anak, ayah punya peran yang sangat besar. Apa sajakah peran ayah dalam mendidik anak yang perlu kamu ketahui?
*Sebagai Leader*
Ayah adalah pemimpin dalam keluarga. Ayah punya peran untuk memimpin keluarga dan mengarahkan anak-anak agar tetap berada di jalur yang benar.
*Sebagai Pelindung Keluarga*
Sosok ayah berperan besar untuk membuat perasaan aman secara emosional bagi anak. Perasaan ini sangat penting bagi tumbuh-kembangnya anak serta dalam pembentukan karakter diri anak.
*Pendorong Kepercayaan Diri Anak*
Ayah punya peran krusial untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Lewat bimbingan dan kasih sayang yang diberikannya, seorang anak akan tumbuh dan memiliki rasa percaya diri yang baik.
*Membuat Anak Jadi Pemberani*
Dengan didikan yang tepat, seorang anak bisa menjadi pemberani. Di sini peran ayah yang sangat menentukan dalam pembentukan sifat tersebut.
*Menjadikan Anak yang Sholeh dan Sholehah*
Anak yang sholeh dan sholehah tidak terjadi dengan sendirinya. Tapi peran kedua orang tua sangat penting dalam mewujudkan cita-cita ini. Seperti dengan mengarahkan dan mendidik agar anak selalu shalat tepat waktu dan menjalankan semua perintah Allah SWT.
*Teladan*
Anak adalah peniru yang ulung. Untuk itu, ayah dan ibu wajib memberi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sehingga diharapkan anak-anaknya pun bisa tumbuh menjadi anak yang berbudi pekerti luhur.
*Bermain Bersama Anak*
Ayah tak perlu canggung untuk bermain bersama anak-anak. Bermain adalah hak anak. Ayah bisa bermain bersama anak dan bergembira. Saat bermain itu, ayah pun bisa menyelipkan pelajaran-pelajaran penting untuk membentuk anak yang berkarakter.
*Sebagai Motivator*
Ayah bisa menjadi pendorong dan motivator ulung bagi anak. Dengan pendekatan yang baik, ayah bisa mengubah perilaku anak yang sebelumnya kurang baik untuk berubah menjadi lebih baik.
*Memperkuat Ikatan sebagai Sebuah Keluarga*
Ayah punya fungsi penting untuk memperkuat ikatan batin antar anggota keluarga. Sehingga antara ayah, ibu dan anak selalu merasa memiliki hubungan batin yang sangat kuat.
*Teman Curhat*
Ayah bisa berfungsi sebagai teman curhat bagi anak. Sehingga masalah yang sedang dihadapi anak tidak dipendam sendiri. Ayah bisa dengarkan dengan sabar apa yang diutarakan anak, sambil mengarahkan apa sebaiknya solusi terbaik yang ditempuh.
*Memberi Perhatian*
Perhatian orangtua selalu dibutuhkan anak. Karenanya jangan sampai kesibukan sehari-hari membuat anak merasa kurang mendapat perhatian.
*Mengawasi Pergaulan Anak*
Dengan siapa saja anak bergaul wajib menjadi perhatian ayah. Supaya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti anak salah pergaulan, bisa dicegah.
*Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak*
Seorang anak kadang emosinya masih belum stabil. Untuk itu, sebagai ayah punya peran yang sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan emosioanal anak. Tumbuhkan komunikasi yang intens agar ada proses saling percaya. Beri anak kepercayaan sambil tetap dipantau supaya tingkat kematangan emosionalnya tumbuh dengan baik.
✍ AYAT ini, bersama dengan ayat-ayat serupa (al-Baqarah 132, Yusuf 67) bercerita tentang para ayah (Luqman, Nabi Ya’kub, dan Nabi Ibrahim) yang sedang mendidik anak-anaknya.
Ternyata, proses pendidikan (dalam keluarga) yang digambarkan melalui al-Qur’an dilakukan oleh para ayah. Tidak ada satu ayat pun yang memotret momen pendidikan dari para ibu. Di antara maksudnya adalah untuk mengingatkan kita para ayah dan calon ayah agar peduli terhadap perkara ini. Berbeda dg para ibu yang cenderung sering bersama anak, ayah adalah sosok yang cenderung jarang bersama anak, sehingga potret kebersamaannya perlu diberikan porsi penting dan khusus dalam al Quran.
✍Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.” Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.
Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memenuhi gambaran sejarah Islam. Dalam buku ‘al-Muhaddithat; The Women Scholars In Islam’, Mohammad Akram Nadwi memberikan banyak contoh bagaimana para ulama kita menyediakan waktu untuk pendidikan putri-putrinya sebagaimana mereka meluangkan waktu untuk tugas-tugas lainnya.
☀Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah al-Baghdadi (350H), misalnya, senantiasa memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim. Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.
☀Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-Maghribi al-Fasi (560 H) juga tercatat mengajari putrinya 7 (tujuh) cara baca al-Qur’an, serta buku-buku hadits seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya, namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dhahabi yang mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Sang teladan bagi umat manusia ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang shalat.”
Contoh lain bisa kita dapati dari riwayat pakar pendidikan Islam Ibnu Sahnun (256H). Disebutkannya, Hakim Isa bin Miskin selalu memanggil dua putrinya setelah shalat Ashar untuk diajari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lainnya. Demikian pula dengan Asad bin al-Furat, panglima perang yang menaklukkan kota Sicily, ternyata juga mendidik sendiri putrinya. Nama lain yang tercatat dalam sejarah adalah Syaikh al-Qurra, Abu Dawud Sulayman bin Abi Qasim al-Andalusi (496H) dan Imam ‘Ala al-din al-Samarqandi (539H).
Dari beberapa contoh di atas bisa kita lihat, bahkan untuk pendidikan anak perempuan sekalipun, para ulama tidak melemparkan tanggung jawab kepada istri-istrinya. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii, al-Baqarah 133).
Sungguh berbeda dengan kondisi masyarakat kita yang seakan-akan membebankan semua urusan anak-anak kepada para istri, dan menghabiskan waktunya untuk urusan di luar rumah. Seorang dokter yang sangat sibuk ternyata bisa dengan antusias mendidik para mahasiswa kedokterannya dan bahkan berceramah keliling nusantara, namun, bagaimana mungkin dia menjadi begitu loyo dan beralasan tidak punya waktu ketika harus mendidik anak-anaknya sendiri?
✍Tidak mengherankan jika kenakalan remaja dan kerusakan generasi menjadi kian parah, sebab, para ayah hebat kita—pengacara terkenal, hakim agung, pengusaha sukses, termasuk beberapa ustadz yang luar biasa dalam dakwah—terlalu sibuk mendidik orang lain dan menyepelekan kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.
☀ Bagaimanapun sosok seorang ayah itu sangat penting dalam sebuah keluarga. Perannya sangat vital dan tak tergantikan. Termasuk juga untuk urusan mendidik anak, ayah punya peran yang sangat besar. Apa sajakah peran ayah dalam mendidik anak yang perlu kamu ketahui?
*Sebagai Leader*
Ayah adalah pemimpin dalam keluarga. Ayah punya peran untuk memimpin keluarga dan mengarahkan anak-anak agar tetap berada di jalur yang benar.
*Sebagai Pelindung Keluarga*
Sosok ayah berperan besar untuk membuat perasaan aman secara emosional bagi anak. Perasaan ini sangat penting bagi tumbuh-kembangnya anak serta dalam pembentukan karakter diri anak.
*Pendorong Kepercayaan Diri Anak*
Ayah punya peran krusial untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Lewat bimbingan dan kasih sayang yang diberikannya, seorang anak akan tumbuh dan memiliki rasa percaya diri yang baik.
*Membuat Anak Jadi Pemberani*
Dengan didikan yang tepat, seorang anak bisa menjadi pemberani. Di sini peran ayah yang sangat menentukan dalam pembentukan sifat tersebut.
*Menjadikan Anak yang Sholeh dan Sholehah*
Anak yang sholeh dan sholehah tidak terjadi dengan sendirinya. Tapi peran kedua orang tua sangat penting dalam mewujudkan cita-cita ini. Seperti dengan mengarahkan dan mendidik agar anak selalu shalat tepat waktu dan menjalankan semua perintah Allah SWT.
*Teladan*
Anak adalah peniru yang ulung. Untuk itu, ayah dan ibu wajib memberi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sehingga diharapkan anak-anaknya pun bisa tumbuh menjadi anak yang berbudi pekerti luhur.
*Bermain Bersama Anak*
Ayah tak perlu canggung untuk bermain bersama anak-anak. Bermain adalah hak anak. Ayah bisa bermain bersama anak dan bergembira. Saat bermain itu, ayah pun bisa menyelipkan pelajaran-pelajaran penting untuk membentuk anak yang berkarakter.
*Sebagai Motivator*
Ayah bisa menjadi pendorong dan motivator ulung bagi anak. Dengan pendekatan yang baik, ayah bisa mengubah perilaku anak yang sebelumnya kurang baik untuk berubah menjadi lebih baik.
*Memperkuat Ikatan sebagai Sebuah Keluarga*
Ayah punya fungsi penting untuk memperkuat ikatan batin antar anggota keluarga. Sehingga antara ayah, ibu dan anak selalu merasa memiliki hubungan batin yang sangat kuat.
*Teman Curhat*
Ayah bisa berfungsi sebagai teman curhat bagi anak. Sehingga masalah yang sedang dihadapi anak tidak dipendam sendiri. Ayah bisa dengarkan dengan sabar apa yang diutarakan anak, sambil mengarahkan apa sebaiknya solusi terbaik yang ditempuh.
*Memberi Perhatian*
Perhatian orangtua selalu dibutuhkan anak. Karenanya jangan sampai kesibukan sehari-hari membuat anak merasa kurang mendapat perhatian.
*Mengawasi Pergaulan Anak*
Dengan siapa saja anak bergaul wajib menjadi perhatian ayah. Supaya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti anak salah pergaulan, bisa dicegah.
*Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak*
Seorang anak kadang emosinya masih belum stabil. Untuk itu, sebagai ayah punya peran yang sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan emosioanal anak. Tumbuhkan komunikasi yang intens agar ada proses saling percaya. Beri anak kepercayaan sambil tetap dipantau supaya tingkat kematangan emosionalnya tumbuh dengan baik.
Comments
Post a Comment