Di zaman modern ini orang bisa menjual apa saja bisa laku, asal model kemasan dan iklan yang menarik, terlepas dari kwalitas barang yang dijual baik atau tidak, yang penting pandai-pandai mebranding dan membuat kemasan yang menarik.
Begitu juga dengan berbagai macam ideologi dunia menawarkan kembali kepada penduduk bumi dengan bungkus dan kemasan yang berbeda, walaupun isinya tetap sama eta eta keneh. Persaingan penawaran itu semakin tampak jelas manakala kita berada dikehidupan kampus, berbagai model pemikiran ideologi menawarakan produknya kepada Mahasiswa sepertinya menjual barang di lapak-lapak. Dari mulai yang paling ekstrem kanan, samapi ekstrem kiri, atau ekstren tengah, semua sibuk menjajakan dagangannya di kampus.
Begitu juga dengan Idoelogi kiri dengan berbagai macam cabang dan mazhabnya, tidak mau kalai terus bangkin dengan kemasan baru dan baju yang baru pula. Jika kita mamahami jejak rekam sejarah komunis, maka akan sangat mudah menangkap essensi ajarannya, sehingga dengan mudah pula kita mengetahui ciri-ciri komunis saat ini. Walaupun hari ini dengan baju yang cover yang berbeda tidak terang-terangan, tetapi akan sangat jelas bagi yang memahami essensi ajaran komunis tersebut, berikut ini ciri cirinya :
1. Membenci Agama
Hari ini kita menyaksikan semakin berani dan terang-terang orang yang menghujat agama. Biasanya agama selalu dibenturkan dengan Hak Asasi Manusia, Kemajemukan Masyarakat, Perkembangan Zaman, Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Masalah Gender, Kebebasan Berekspresi. Padahal jika kita lihat sejarahnya bagai mana aksi aksi komunis dalam pelanggarannya terhadap Hak Asasi Manusia sangat luar biasa.
Ternyata ada sebagian yang marah dituduh komunis, dan mengaku sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, tetapi kebencian terhadap agamanya lebih sadis dari orang komunis, biasa orang begini mengaku liberal. Karena Agama dianggap membatasi semua keinginan Nafsu Liar dan Nafsu Jalangnya. Jadi persamaan penganut komunis dan liberal sama-sama sangat membenci agama.
Sedemikian bencinya kepada agama akhirnya tidak ketahanan juga untuk berekspresi, sampai berani menulis kalimat besar di spanduk “ Tuhan Membusuk”.
Sepertinya ingin mengikut jejak langkah para pendahulunya Friedrich Nietzsche yang mengatakan ; “ Tuhan Sudah Mati “. Apapun alasan pembelaan saat itu, tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa itu merupakan refleksi gejolak yang ada di hati dan pemikirannya.
2. Dendam kepada Tokoh Agama
Agama dianggap sebagai candu dan racun, sementara tokoh agama dianggap sebagai penghisap dan penindas, maka dendamnya kepada tokoh agama melebihi dendamnya kepada siapapun juga. Jika kita saksikan sejarah komunis di Indonesia, diantara sasaran utama orang yang dimusnahkan adalah tokoh agama, dan penyiksaan yang dilakukan luar biasa sadisnya. Menunjukan betapa dendamnya terhadap tokoh agama sedemikian dalam.
Maka setiap terjadi pergolakan dan pemberontakan komunis, tokoh agama sudah termasuk daftar sasaran pembunuhan dan penyiksaan teratas, bahkan sudah lengkap tertulis bentuk penyiksaannya model apa. Seperti apapun mereka tutupi kebenciannya kepada tokoh agama sekarang ini, tetapi jika kita simak baik-baik berbagai statement mereka menunjukan bahwa dendam itu tidak hilang, karena telah terwarisi secara ideologis.
Pada awal ucapan karl heinrich marx bahwa “agama Candu dan Racun serta tokoh agama dianggap penghisap dan penindas” pada konteks nya saati itu tidak salah bangat, karena karl marx melihat ada oknum tokoh agama yang mengumpulkan uang dari jama’ahnya untuk kepentingan pribadi atas nama tuhan, terus menjual surat penebusan dosa, membuat fatwa untuk menduku rezim yang berkuasa dan banyak sekandal-sekandal didalam tempat ibadah.
Kesalahannya fatalnya ketika ucapan itu dipukul rata kepada seluruh agama dan seluruh penganut agama serta tidak ada pembatasan tempat dan kurun waktu.
Sehingga melahirkan pengikutnya yang dendam kepada tokoh agama tidak berkesudahan terwarisi turun menurun melalui ideologi marxismenya.
Kita bisa merasakan ketika model pemberitaaan antara poligaminya Tokoh Agama dengan sekandal sekandal para artis selebritis sangat berbeda. Model pemberitaan dan gaya bahasa yang digunakan jika ada tokoh Agama yang Poligami luar biasa sinisnya, disusun sedemikian rupa bahasa dan kalimatnya yang bisa memicu kebencian para pemirsanya kepada tokoh agama tersebut.
Sementara model pemberitaaan selingkuh dan sekandalnya artis sedemikian rupa indah dan halusnya bisa menimbulkan kesan simpati dan memaklumi bahkan minta dikasihani. Hingga ketika pemberitaan artis yang tertangkap karena menjadi pengedar narkoba sedemikian lebay susunan kalimatnya, menggunakan bahasa yang menimbulkan efek simpati.
Makanya dari dua model pemberitaan itu menghasilkan dua efek yang berbeda. Kalo efek kepada Tokoh Agama menjadi menurun popularitasnya, pengajiannya makin sepi dan berkurang jama’ahnya. Sementara efek kepada si artis makin ngetop dan populer serta semakin banyak Fansnya.
3. Memfitnah dan Mengadu Domba
Ciri yang menonjol dalam Ideologi Marxis adalah pertentangan kelas, antara Buruh dan Majikan, Orang Kaya dan Orang Miskin, Borjuis dan Proletar dan seterusnya. Kemudian disertai dengan doktrin Revolusi tanpa Henti maka mereka berhasil menanamkan rasa dendam dan kecemburuan sesama anak bangsa.
Agar rasa dendam itu muncul maka dengan cara memfitnah seseorang dengan berbagai macam cerita dongeng yang bisa memicu kebencian dan dendamnya seorang dengan orang lain, terutama fitnah terhadap tokoh-tokoh agama. Biasanya yang jadikan bahan dongeng adalah kekayaan yang didapatkan Tokoh Agama adalah hasil dari berbagai pungutan dari masyarakat termasuk dongen tentang pengelolaan zakat, yang dianggap hanya untuk segelitir elit tokoh agama.
Sekarang ini kebencian terhadap tokoh agama mungkin tidak seberapa besar, dibanding kebenciannya terhadap anak-anak muda yang ta’at beragama. Karena inilah yang dianggap menghambat lajunya gerakan komunis. Maka sasaran fitnah berikutnya adalah kepada para pemuda yang dianggap sebagai aktifis keagamaan. Kemudian berupaya untuk melebel dan menjudge aktifis sekaligus menyamaratakan dengan gerakan ekstrem kanan. Munculah fitnah terhadap pesantren dianggap sebagai sarang teroris. Juga muncul statement bahwa para teroris itu menjadikan masjid sebagai basisnya, juga ada pernyataan rekruitment para teroris itu di Masjid dan setrusnya.
4. Memutar Balik Fakta
Boleh dibilang keahalian yang satu ini sudah merupakan pakarnya orang-orang komunis. Menghapus jejak sejarah, menghacurkan karekter orang, mengalihkan isue, membangun opini, itu adalah kerja-kerja yang sudah menjadi pakar dan ahlinya.
Ketika terjadi G30S PKI banyak diantara masyarakat yang ikut-ikutan tidak tahu apa-apa tentang komunis. Mereka terbawa arus isue, doktrin, janji-janji serta rethorika para tokoh-tokohnya. Akhirnya mereka mudah digerakan untuk membantu aksi-aksi gerakan 30 September tersebut.
Setelah terjadi pembantian terhadap para jendral di Lobang Buaya terus mereka masukan ke dalam sumur, kemudian diurug dan diatasnya dikamuflasekan dengan pohon pisang. Agar bisa menghilangkan jejak. Cara seperti ini sudah sangat jelas mereka akan menghilangkan fakta-fakta kekejaman yang pernah mereka lakukan.
Kemudian pengambil alihan radio RRI untuk disiarkan pengumuman. Lagi-lagi isi siaran itu penuh dengan kebohongan dan tipu daya serta pemutar balikan fakta terhdap para pendengarnya. Kita bisa bayangkan kalau ini terus berlangsung lama mereka berkuasa dengan situasi kita di Indonesia yang sangat berbeda dengan di China dan Uni Soviet saat itu, bisa terjadi chaos berkepanjangan. Bisa-bisa Indonesia sudah tidak ada, karena sudah hancur terpisah-pisah, masing-masing daerah membentuk negara masing-masing.
Hari ini kita sering mendengar upaya keras mereka untuk memutihkan sejarah PKI dan menghitamkan sejarah ABRI. Bagi generasi muda yang tidak membaca sejarah secara utuh kemudia kena doktrin-doktrin komunis, maka bisa dikatakan berhasil menjadi obyek sasaran pemutar balikan fakta sejarah. Sedihnya lagi dalam kehidupan kampus yang harusnya berfikir kritis dan ilmiyah, tetapi ketika doktrin Ideologi yang penuh dendam maka akal sehat bisa hilang. Hilanglah ciri kemahasiswaannya yang harusnya memiliki metodologi berfikir Ilmiyah.
Penulis: Ustadz Abdullah Muadz, Pendiri Pesantren Ma’rifatussalaam Kalijati Subang dan Ketua Umum Assyifa Al-Khoeriyyah Subang, Pendiri serta Trainer & Presenter di “Nasteco", Pendiri dan Trapis Islamic Healing Cantre, Pendiri LPPD Khairu Ummah Jakarta
Comments
Post a Comment